Pemidanaan
Dasar-dasar pemidanaan yang
berlaku secara umum juga berlaku dalam hukum internasional. Satu hal yang
sangat penting adalah penegasan asas legalitas, bahwasanya seseorang tidak
dapat dihukum atas sesuatu perbuatan yang belum dirumuskan sebagai suatu tindak
pidana dalam Undang-Undang Negara yang bersangkutan. Hukum Acara Pidana yang
dipergunakan dalam proses peradilan bagi kasus-kasus semacam ini tentu saja
mendapat perhatian yang sangat besar.
Pasal 6 Protokol Tambahan
pada Konvensi Jenewa 1949 misalnya, memberikan rambu-rambu bagi penuntutan dan
penghukuman terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan situasi konflik
bersenjata. Pidana tidak dapat dijatuhkan dan dilaksanakan terhadap seseorang
yang dibuktikan bersalah dalam proses peradilan yang menjamin adanya kebebasan
dan ketidakberpihakan pengadilan. Secara khusus ditentukan pula bahwa:
1.
Prosedur yang diterapkan harus memberikan hak
pada terdakwa untuk diberitahu dengan segera mengenai tindak pidana yang
dituduh-kan padanya, beserta se-jumlah hak dan sarana untuk melakukan
pembelaan, baik sebelum maupun selama persidangan.
2.
Tak
seorangpun dapat dija-tuhi pidana atas tindak pida-na yang dilakukannya kecuali
berdasarkan pertanggungja-waban pidana secara pribadi.
3.
Tak
seorangpun dapat di-nyatakan bersalah atas suatu tindak pidana yang pada saat
dilakukannya perbuatan ter-sebut tidak dirumuskan oleh hukum sebagai suatu
tindak pidana; tidak dibenarkan menjatuhkan pidana yang lebih berat daripada
sanksi pi-dana yang dirumuskan dalam hukum yang ada pada saat dilakukannya
perbuatan ter-sebut; apabila setelah terjadi-nya perbuatan dilakukan perubahan
perundang-un-dangan yang menjatuhkan sanksi yang lebih ringan. Maka, terdakwa
harus dijatuhi pidana yang lebih ringan tersebut;
4.
Setiap
orang yang dituduh melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah sampai
dibuktikan kesalahan-nya menurut hukum,
5.
Setiap
orang yang diadili berhak untuk menghadiri persidangannya,
6.
Tak
seorangpun dapat di-paksa untuk memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya
sendiri atau untuk mengakui kesalahannya.
Bagian
selanjutnya dari pasal ini menetukan sejumlah ketentuan lain yakni:
1. Bahwa setiap orang yang
dijatuhi pidana harus diberi-tahukan mengenai upaya-upaya hukum yang dapat
dilakukannya,
2. Pidana mati tidak boleh
di-jatuhkan pada orang-orang yang berusia di bawah 18 ta-hun, wanita hamil, dan
perempuan yang mempunyai anak kecil
3. Pada akhir masa konflik
atau permusuhan, pihak penguasa harus berupaya untuk mem-berikan amnesti pada
orang-orang yang terlibat dalam konflik bersenjata, atau orang-orang yang
ditahan/dipenjara berdasarkan alas-an-alasan yang berkenaan dengan konflik
bersenjata.
Kewajiban
untuk melakukan proses peradilan yang bebas dan tidak memihak merupakan suatu
ketentuan internasional yang telah dirumuskan dalam berba-gai konvensi
internasional. Hak-hak yang wajib diberikan pada seorang tersangka/terdakwa
telah jelas dalam ketentuan Internasional Covenant on Civil and Political
Rights, terutama pasal 9 sampai dengan Pasal 15, yang pada dasarnya berisikan
asas-asas antara lain:
1.
Praduga
tak bersalah (pre-sumption
of innocence)
2. Persamaan di muka hukum (equality before the law)
2. Persamaan di muka hukum (equality before the law)
3.
Asas legalitas (principle of
legality)
4.
Ne bis in idem (double
jeopardy)
5.
Asas tidak berlaku surut (non
retroactivity), kecuali apabila ada perubahan UU yang
meringankannya.
Apabila
yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara. Maka, yang harus diperhatikan adalah
Basic Principles for the Treatment of Prisoners, beserta pula Body of
Principles for the Protection of all Persons under any form of Detention or
Imprisonment.
0 komentar:
Posting Komentar