KEDUDUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENURUT UU NO.10 TAHUN 2004
Sebelum peraturan perundang-undangan
terbentuk, terjadi suatu proses pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu dengan
membuat rancangan peraturan perundang-undangan (RUU), DPR memegang kekuasaan
membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU)
dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam
satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang
disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU
yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7
(tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan
menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang
sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan
DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang
sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau
naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada
Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang
mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat
Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan
DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya
kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada
Pimpinan DPD.Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian
RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang
mewakili Presiden.
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang
berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan
DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR,
Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian
membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan
surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang
berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU
tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD
sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR,
untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada
Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili
Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada
Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari
sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk
Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR.
Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
Dalam konteks pembetukan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan
pasaal 54 Undang-undang No. 10 tahun 2004 yang berbunyi “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan Peraturan Daerah” masyarakat dapat berperan dalam
memberikan masukan secara lisan ataupun tulisan mengenai isi suatu Rancangan Undang-undang
(RUU).
Menurut
Pasal 7 Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan tentang jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan, yang dirumuskan sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf e meliputi:
a. Peraturan
Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama
gubernur;
b. Peraturan
Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota
bersama bupati/walikota;
c.
Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembuatan peraturan desa/peraturan yang setingkat
diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5) Kekuatan hukum
Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1).
Dalam penjelasan Pasal 7 dinyatakan bahwa Ayat (1), Ayat (2)
huruf b dan huruf c, serta Ayat (3) dan Ayat (5) adalah “cukup jelas”,
sedangkan ayat-ayat yang diberi penjelasan antara lain:
Ayat
(2) Huruf a: Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang
berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi
yang berlaku di provinsi Papua.
Ayat
(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain,
peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau
pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati,
Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Dari pasal 7 Undang-undang No 10
tahun 2004 dapat diketahui bahwa kedudukan Peraturan perundang-undangan berada
dibawah Undang-undang dasar tahun 1945, semua peraturan eraturan perundang-undangan
yang dibentuk tidak diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang dasar tahun
1945.
0 komentar:
Posting Komentar