PERBANDINGAN ASAS LEGALITAS KUHP
 BEBERAPA
NEGARA
| 
NEGARA | 
PASAL | 
ASAS
  LEGALITAS | 
| 
INDONESIA | 
Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) | 
Ayat (1) mengandung asas  lex
  temporis delicti 
Ayat (2) menyatakan bila ada perubahan
  atas undang-undang setelah perbuatan dilaksanakan maka digunakan ketentuan
  yang teringan. | 
| 
KOREA | 
Pasal 1 ayat (1),(2) dan (3) | 
Ayat (1) mengandung asas lex temporis delicti 
Ayat (2) terdapat penegasan tentang : 
 
Ayat (3) Perbuatan
  yang telah dijatuhi pidana berdasarkan Undang-undang lama tidak lagi
  merupakan tindak pidana,maka pelaksanaan atau eksekusi pidana itu
  dibatalkan/dihapuskan. | 
| 
THAILAND | 
Pasal 2 Ayat (1),(2) dan pasal 3 | 
Pasal 2 ayat(1) mengandung asas lex temporis delicti 
Pasal 2 ayat(2) perbuatan yang diatur oleh
  Undang-undang lama tidal lagi merupakan tindak pidana menurut undang-undang
  baru. 
Pasal 3 menentukan hal sebgai berikut: 
1.      Apabila pidana yang dijatuhkan lebih
  berat daripada ancaman pidana menurut Undang-undang baru,maka pengadilan akan
  menetukan kembali pidana sesuai dengan undang-undang baru.   
2.      Apabila terdakwa dijatuhi pidana mati
  (menurut Undang-Undang lama) tetapi menurut Undang-undang baru yang
  seharusnya dikenakan tidak seberat pidana mati,maka eksekusi pidana mati itu
  akan ditunda dan dianggap bahwa pidana mati itu diganti dengan pidana
  terberat menurut Undang-undang baru. | 
| 
POLANDIA | 
Pasal 1 dan pasal 2 ayat (1) | 
Pasal 1 mengandung asas lex temporis delicti 
Pasal 2 ayat
  (1) mengatur tentang 2 hal yaitu : 
 | 
| 
NORWEGIA | 
Pasal
  3  | 
Menganut asas lex temporis delicti 
Menurut alinea
  ke-1 pada prinsipnya undang-undang yang berlaku adalah undang-undang pada
  saat delik tersebut terjadi akan tetapi berdasarkan ketentuann yang terdapat
  di alinea ke-2 apabila pada saat putusan dijatuhkan ada undang-undang baru
  ,maka Undang-undang baru itu yang diterapkan apabila undang-undang baru
  tersebut lebih menguntungkan. | 
KESALAHAN
( PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA )
A . ASAS KESALAHAN 
| 
NEGARA | 
PASAL | 
ASAS KESALAHAN | ||
| 
UNI SOVIET (1958) | 
Pasal
  3 | 
Hanya orang
  yang bersalah melakukan kejahatan , yaitu orang yang dengan sengaja atau
  dengan kealpaan melakukan suatu perbuatan yang berbahaya bagi masyarakat yang
  ditetapkan oleh undang-undang pidana ,dapat dipertimbangkan untuk
  pertanggungjawaban pidana dan dipidana. | ||
| 
JERMAN (1968) | 
Pasal
  II | 
Penerapan
  hukum pidana yang tepat menuntut , bahwa setiap tindak pidana diusut dan
  orang yang bersalah dipertanggungjawabkan | ||
| 
GREENLAND  (1954) | 
Pasal
  86 | 
Berdasarkan
  penemuan kesalahan , pengadilan akan menunjuk / menyatakan mana di antara
  satu atau beberapa sanksi di atas yang akan dikenakan kepada pelaku | ||
| 
YUGOSLAVIA (1951) | 
Pasal
  7 ayat (1) | 
Seorang
  pelanggar akan dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukanya
  hanya apabila ia melakukanya dengan sengaja atau dengan kealpaan. | ||
| 
THAILAND (1956) | 
Pasal
  59 | 
Seseorang
  hanya akan dipertanggungjawabkan apabila ia melakukan suatu perbuatan dengan
  sengaja,kecuali dalam hal : 
 | ||
| 
POLANDIA (1969) | 
Pasal
  6 | 
Hanya orang
  yang melakuakan perbuatan dengan sengaja saja yang dapat dipersalahkan dan
  dipidana, sedangkan pemidanaan untuk perbuatan dengan kealpaan atau tidak
  dengan sengaja hanya merupakan suatu perkecualian apabila ditentukan secara
  khusus oleh undang-undang. | ||
| 
JEPANG (1907 yang
  diperbaharui samapai dengan tahun 1968) | 
Pasal 38 ayat (1) | 
Hanya orang
  yang melakuakan perbuatan dengan sengaja saja yang dapat dipersalahkan dan
  dipidana, sedangkan pemidanaan untuk perbuatan dengan kealpaan atau tidak
  dengan sengaja hanya merupakan suatu perkecualian apabila ditentukan secara
  khusus oleh undang-undang. | ||
| 
NORWEGIA (1951) | 
Pasal 40 | 
Hanya orang yang melakuakan perbuatan dengan sengaja saja yang dapat
  dipersalahkan dan dipidana, sedangkan pemidanaan untuk perbuatan dengan
  kealpaan atau tidak dengan sengaja hanya merupakan suatu perkecualian apabila
  ditentukan secara khusus oleh undang-undang. | ||
B . PENGERTIAN KESENGAJAAN
| 
NEGARA | 
PASAL | 
PENGERTIAN KESENGAJAAN | 
| 
THAILAND | 
Pasal 59 paragraf 2 dan 3 | 
Paragaraf 2 menyatakan “melakuakan  suatu perbuatan dengan sengaja ialah
  melakuan suatu perbuatan secara sadar dan pada saat yang sama si pembuat
  menghendaki atau dapat memperkirakan/mengetahui lebih dahulu akibat dari
  perbuatan yang demikian“ 
Paragaraf 3 menyatakan “apabila si pembuat tidak mengetahui
  fakta-fakta yang merupakan (unsur) tidak pidana , tidaklah dapat dianggap
  bahwa ia menghendaki atau dapat memperkirakan/mengetahui lebih dahulu akibat
  dari perbuatan yang demikian itu.  | 
| 
POLANDIA | 
Pasal 7 paragraf 1 | 
Suatu tindak pidana dilakukan dengan sengaja apabila si pelanggar
  mempunyai kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang terlarang itu , yaitu ia
  menghendaki terjadinya perbuatan itu atau walaupun ia telah mengetahui
  kemungkina terjadinya perbuatan itu ia tetap mendamaikan hatinya terhadap hal
  itu ( ia membiarkan/menyetujui terjadinya kemungkina  itu)  | 
| 
SOVIET | 
Pasal 8 | 
Suatu kejahatan dipandang dengan sengaja direncanakan terlebih dahulu
  apabila orang yang melakukan perbuatan itu mengenal /mengetahui sifat bahaya
  soial dari perbuatanya atau tidak berbuatnya (kelalaianya) dapat mengetahui
  lebih dahulu akibat yang berbahaya bagi masyarakat dan menghendaki akibat
  sperti itu.    | 
| 
JERMAN | 
Pasal 6 ayat (1) dan (2) | 
Ayat (1) menyatakan “siapapun yang secara sadar menetapkan
  untuk melakukan sutu tindak pidana ,melakukan perbuatan itu dengan sengaja“ 
Ayat (2) menyatakan “demikian pula setiap orang yang walaupun
  tidak bermaksud melakukan tindak pidana itu, namun secara sadar menyetujui
  kemungkinan terjadinya tindak pidana itu dengan memutuskan untuk tetap
  berbuat,melakukan tindakan tersebut dengan sengaja“ | 
| 
YUGOSLAVIA | 
Pasal 7 ayat (2) | 
Suatu tindak pidana dilakukan dengan sengaja apabila si pelaku menyadari
  perbuatanya dan menghendaki untuk melakukan perbuatan itu; atau apabial ia
  menyadari bahwa  suatu akibat yang
  terlarang mungkin dihasilkan dari perbuatnya atau sikap diam (tidak
  berbuat)-nya dan menyetujui terjadinya akibat itu.  | 
C . PENGERTIAN KEALPAAN
| 
NEGARA | 
PASAL | 
PENGERTIAN KEALPAAN | 
| 
THAILAND | 
Pasal 59 paragraf 4 | 
Melakukan tindak pidana tidak dengan sengaja tetapi melakukan
  penghati-hati sebagaimana seharusnya diharapkan ( dapat dilakukan ) dari
  orang yang berada dalam kondisi dan keadaan serupa itu, sedangkan si pelaku
  dapat melakukan penghati-hati seperti itu tetapi ia tidak berbuat sedemikian
  secukupnya. | 
| 
POLANDIA | 
Pasal 7 paragraf 2 | 
Tindak pidana yang dianggap perbuatan Kealpaan apabila : 
1.      si pelaku mengetahui sebelumnya
  kemungkinan  terjadinya perbuatan
  terlarang itu tetapi ia menganggapnya tanpa sadar yang sehat bahwa ia dapat
  menghindarinya. 
2.      apabila ia tidak dapat menduga
  kemungkinan seperti itu walaupun ia seharusnya dapat menduga kemungkinan
  terjadinya hal itu.  | 
| 
SOVIET | 
Pasal 9  | 
Orang yang melakukaan perbuatan tersebut mengetahui sebelumnya
  kemungkinan akibat bahaya  sosial dari
  perbuatanya atau dari tidak berbuatnya dengan tidak memikirkan pencegahanya.atau
  apabila orang itu tidak dapat membayangkan kemungkinan akibat itu walaupun ia
  dapat dan seharusnya telah dapat membayangkan kemungkinan itu. | 
| 
JERMAN | 
Pasal 7 | 
Siapapun yang mengetahui sebelumnya bahwa ia mungkin dapat menyebabkan
  timbulnya akibat-akibat yang dilarang oleh Undang-undang secara tidak
  sengaja, karena ia secara sembrono mendasarkan putusanya untuk berbuat pada
  harapan bahwa akibat itu tidak akan terjadi, melakuakan perbuatan tersebut
  dengan kealpaan.  | 
| 
YUGOSLAVIA | 
Pasal 7 ayat (3) | 
Menurut pasal 7
  ayat (3) KUHP Yugoslavia kealpaan mencakup dua pengertian yaitu : 
 | 
D. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
TERHADAP AKIBAT YANG TIMBUL TIDAK DENGAN SENGAJA
| 
NEGARA | 
PASAL | 
PERTANGGUNGJAWABAN
  PIDANA | 
| 
KOREA | 
Pasal
  15 ayat (2) | 
Apabila pidana
  yang lebih berat diancamkan terhadap akibat – akibat tertentu dari suatu
  kejahatan,pidana yang lebih berat itu tidak diterapkan apabila akibat –
  akibat itu tidak dapat dibayangkan atau diduga sebelumnya. | 
| 
POLANDIA | 
Pasal
  8 | 
Pelaku tindak
  pidana dengan sengaja akan dikenakan pertanggungjawaban yang lebih berat yang
  oleh undang-undang dikaitkan pada suatu akibat tertentu.apabila
  sekurang-kurangnya ia seharusnya dapat dan telah dapat membayangkan/menduga
  sebelumnya akibat itu. | 
| 
NORWEGIA | 
Pasal
  43 | 
Dalam hal
  undang-undang menetapkan bahwa suatu akibat yang tidak disengaja dari suatu
  perbuatan yang dapat dipidana dituntut pidana yang diperberat,pidana yang
  lebih berat itu hanya dikenakan apabila si pelaku dapat menduga kemungkinan
  terjadinya akibat itu,atau walaupun ia mampu berbuat demikian , namun ia
  gagal mencegah akibat itu setelah ia menyadari adanya bahaya itu.   | 
| 
JERMAN | 
Pasal
  56 | 
Apabila
  undang-undang mengancam pidana yang lebih berat untuk suatu akibat tertentu
  dari suatu perbuatan , si pelaku akan dipertanggungjawabkan pada pidana yang
  diperberat itu hanya apabila ia menyebabkan terjadinya akibat itu
  sekurang-kurangnya karean kealpaan.  | 
| 
GREENLAND | 
Pasal
  7 ayat (2) | 
Pertanggungjawaban
  terhadap akibat yang tidak dikehendaki atau tidak disengaja itu hanya dapat
  dilakukan apabila dapat dibuktikan adanya kealpaan.  | 
| 
YUGOSLAVIA | 
Pasal
  8 | 
Untuk dapat
  dipertanggungjawabkan  seseoarang
  terahadap akibat yang sebenarnya tidak dikehendaki tetap diperlukan unsure
  kesalahan ( dolus atau culpa ) walaupun dalam bentuknya yang paling ringan,
  yaitu dolus eventualis atau bewuste schuld ( kealpaan yang disadari ) | 
E . MASALAH KESESATAN ( Error , mistake / ignorance, Dwaling )
| 
NEGARA | 
PASAL | 
KESESATAN | 
| 
THAILAND | 
Pasal
  61 ,62 dan pasal 64 | 
Ø  Pasal 61 mengatur tentang error
  in persona.(perbuatan yang dilakukan akibat kealpaan dianggap sebagai
  perbuatan yang dilakukan dengan sengaja).   
Ø  Pasal 62 mengatur tentang error
  facti  (ignorance of fact).kesesatan
  terhadap  suatu fakta atau peristiwa akan
  diperlakukan sesuai dengan pokok perkaranya. 
Ø  Pasal 64 mengatur masalah error
  iuris (ignorance law) kesesatan hukum tidak membebaskan seseorang dari
  pertanggung jawaban pidana. | 
| 
KOREA | 
Pasal
  15 dan 16 | 
Menurut pasal
  15 mistake offact tidak dapat di
  pidana dan menurut pasal 16 mistake of
  law tidak dapat dipidana apabila kesesatanya itu didasarkan pada alasan-alasan
  yang masuk akal (reasonable ground) | 
| 
POLANDIA | 
Pasal
  24 ayat (1) , (2) dan (3) | 
Ø 
  Ayat (1). Error facti tidak dipidana kecuali kesesatan
  itu terjadi untuk tindak pidana ringan yang dilakukan dengan tidak sengaja (unintentional-serious-offense) karena
  kesembronoan (recklessness) karena
  kealpaan (negli gence) . 
Ø 
  Ayat (2).error iuris tetap dipidana apabila si pembuat sepatutnya dapat
  menghindari kesesatan itu. 
Ø 
  Ayat (3) . dalam hal error iuris dipidana, si pelaku dapat
  memperoleh pengurangan /peringanan pidana luar biasa ( extraordinary of penalty) . | 
| 
YUGOSLAVIA | 
Pasal
  9 dan pasal 10 | 
Ø 
  Pasal 9 menjelaskan bahwa  error
  facti pada prinsipnya  tidak
  dipidana tetapi dapat dipidana apabila kesesatan itu terjadi karena kealpaanya
  dengan catatan sepanjang undang-undang menetapkan bahwa delik culpa itu juga
  dapat dipidana. 
Ø 
  Pasal 10 menjelaskan bahwa
  error iuris tetap dipidana , tetapi dapat juga tidak dipidana atau mendapat
  pengurangan pidana apabila kesesatanya berdasarkan alasan-alasan yang dapat
  dibenarkan (justified reason). | 
G. MASALAH PERCOBAAN
| 
NEGARA | 
PASAL | 
PERCOBAAN | 
| 
KOREA ( 1953) | 
Pasal
  25, 26 , 27 , 28 dan 29 | 
Ø 
  Dapat sebagai alasan
  pengurangan (peringanan) pidana.akan tetapi di dalam KUHP Korea tidak
  ditentukan jumlah penguranganya 
Ø 
  Dapat sebagai alas an
  penghapus pidana.  | 
| 
THAILAND (1956) | 
Pasal
  80,81 dan 82 | 
Ø 
  Sebagai alasan penghapus
  pidana karena KUHP Thailand tidak memidananya 
Ø 
  Tetapi percobaan dapat dipidana
  apabila telah merupakan tindak pidana tersendiri menurut undang-undang (si
  pembuat dipidana untuk tindak pidana yang bersangkutan) | 
| 
POLANDIA (1969) | 
Pasal
  11 , 12 dan 13 | 
Ø 
  Sebagai alasan penghapus
  pidana karena KUHP Polandia tidak memidananya 
Ø 
  Untuk Tatiger reue, dapat
  sebagai alas an pengurangan pidana yang istimewa. | 
| 
NORWEGIA (1902) | 
Pasal
  50 dan pasal 51 | 
   Sebagai
  alasan penghapus pidana | 
| 
GREENLAND (1954) | 
Pasal
  88 sub 6 dan sub 7 | 
   Sebagai
  alasan penghapus pidana | 
 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar