- Apa yang dimaksud dengan pornografi?
A. Pengertian yuridis
Pasal 1 angka 1 UU NO 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi:
Pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
B. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pornografi berarti, 1) penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitan
nafsu birahi, 2) bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata
dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dl seks (lihat Kamus Besar bahasa
Indonesia/tim Penyusun kamus pusat Bahasa, ed. 3- cet 3 – Jakarta: Balai
Pustaka, 2005). hal. 889).
C. Pendapat Pakar
1.
Marra
Lanot (Sita Aripurnami, 1994)
Pornografi berasal dari kata
Yunani yaitu porne yang berarti pelacur dan grafi yang berasal
dari kata graphien yang artinya ungkapan. Ada tiga definisi dari pornografi menurut yaitu:
·
Definisi
pornografi dari sudut pandang konservatif yang menganggap semua penggambaran
telanjang adalah pornografi.
·
Definisi
pornografi berdasarkan pendekatan liberal yang menganggap pornografi adalah
sesuatu yang baik-baik saja karena merupakan aspek seksualitas kita.
·
Definisi
yang muncul dari pendekatan feminis yang muncul di tahun 1970-an dan 80-an yang
menganggap pornografi adalah presentasi baik secara verbal maupun gambar dari
perilaku seksual yang merendahkan atau kasar dari satu atau lebih pelaku.
2. Prof. Dr. Saparinah Sadli
Pornografi berasal dari
istilah Yunani kuno porne
yang berarti budak seks yang perempuan, dan grafhos yang berarti penulisan dan penggambaran
mengenai tindak tanduk tersebut.
(disampaikan dalam sidang Pengujian
Undang-undang RI No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi di Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, pada, Juli 2009)
3. (Putusan Sidang Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 112)
Bahwa pengertian pornografi berdasarkan
asal katanya, yaitu “pornography” berasal dari bahasa Yunani ”ðïñíïãñáößá” atau
pornographia yang secara harfiah berarti tulisan tentang atau gambar tentang
pelacur (kadang kala juga disingkat menjadi "porn," "pron,"
atau "porno") adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual
manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda
dengan erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian.
Pornografi secara harafiah
berarti "tulisan tentang pelacur", dari akar kata Yunani klasik dan mulanya adalah sebuah eufemisme dan secara harfiah berarti '(sesuatu
yang) dijual.' Kata ini berkaitan dengan kata kerja yang artinya menjual.
Kata ini berasal dari istilah Yunani untuk orang-orang yang mencatat "pornoai",
atau pelacur-pelacur terkenal atau yang mempunyai kecakapan tertentu
dari Yunani kuno. Pada masa modern, istilah ini diambil oleh para ilmuwan
sosial untuk menggambarkan pekerjaan orang-orang seperti Nicholas
Restif dan William Acton, yang pada abad ke-18 dan 19 menerbitkan
risalat-risalat yang mempelajari pelacuran dan mengajukan usul-usul untuk
mengaturnya. Istilah ini tetap digunakan dengan makna ini dalam Oxford
English Dictionary hingga 1905.
- Dalam hal sebuah film ataupun video yang menggambarkan aktifitas manusia termasuk dalam kategori apa sehubungan dengan pengertian dari pornografi tersebut di atas?
Pasal 1 angka 1 UU NO 44 Tahun 2008 tentang
pornografi:
Pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Mengacu
pada pasal Pasal 1 angka 1 UU NO 44 Tahun2008 tentang
pornografi, maka film ataupun video dalam pengertian pornografi, termasuk dalam
kategori, “gambar bergerak”
- Apakah yang dimaksud dengan memuat kecabulan dan eksploitasi seksual dalam frase “…….. yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 44 tahun 2008 tentang pengertian Pornografi tersebut ?
·
·
Bahw “Memuat Kecabulan” adalah identik dengan istilah memuat atau
mengandung kecabulan. Oleh karena itu yang dimaksud dengan kecabulan adalah
sebagai berikut:
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Cabul diartikan sebagai keji dan kotor; tidak
senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan) (Kamus Besar bahasa Indonesia/tim
Penyusun kamus pusat Bahasa, ed. 3- cet 3 – Jakarta: Balai Pustaka, 2005 Hal
184).
b. Menurut R. Soesilo ; yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan
yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji, semuanya itu dalam
lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya; cium-ciuman, meraba-raba anggota
kemaluan, meraba buah dada dan sebagainya. (R. Soesilo, Kitab undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) serta Komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politia,
Bogor 1995 Hal. 212)
c. Sianturi memberikan pengertian perbuatan cabul
sebagai 'perbuatan mencari kenikmatan dengan menggunakaan atau melalui alat
kelamin oleh dua orang atau lebih. (Sianturi, Tindak
Pidana di KUHP Berikut Uraian-uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1983
Hal 235)
d. Moh.
Anwar, Pengertian cabul adalah
semua perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan, tetapi juga setiap
perbuatan terhadap badan atau dengan badan sendiri maupun badan orang lain yang
melanggar kesopanan (Moh. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),
Alumni, Bandung, 1983 Hal.231)
Jadi yang dimaksud “memuat kecabulan” adalah suatu kondisi atau keadaan yang berisi dan
atau mengandung hal-hal bertentangan
dengan kesopanan atau kesusilaan dalam ruang lingkup birahi
·
Bahwa
yang dimaksud dengan Eksploitasi seksual
adalah; merupakan pemanfaatan
seksual manusia secara berlebihan
untuk mendapat keuntungan materi atau nonmateri bagi diri sendiri atau orang
lain.
- Apakah yang dimaksud dengan norma kesusilaan dafam frase "................ yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. "dalam Pasal 1 butir 1UU RI NO 44 tahun 2008 tentang pengertian Pornografi tersebut?.......
Norma Kesusilaan:
·
Bernard Arief
Sidarta,
Norma kesusilaan dalam
masyarakat; nilai dan kaidah-kaidah yang
berakar di dalam akal budi dan hati nurani manusia. Kaidah-kaidah yang bekerja
dalam masyarakat itu dapat dibedakan ke dalam kelompok (i) kaidah budi nurani;
(ii) kaidah moral positif; (iii) kaidah kesopanan; (iv) kaidah agama; dan (v)
kaidah hukum. Secara umum keseluruhan kaidah tersebut dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu (i) kelompok kaidah hukum dan (ii) kelompok bukan kaidah hukum;
(Putusan Putusan Sidang
Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 360)
·
Kamus Hukum Indonesia;
Tingkah laku, perbuatan percakapan,
bahkan sesuatu apapun yang berpautan dengan norma-norma kesopanan yang harus
dilindungi oleh hokum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam
kehidupan masyarakat. (Moh.
Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung,
1983 Hal.231)
·
Mr. J.M. Van Bemmellen
” ….Pelanggaran kehormatan kesusilaan di muka
umum ialah terjemahan dari “ outrage
public a la pudeur” dalam pasal 330 Code Penal. ini dapat ditafsirkan
sebagai “tidak ada kesopanan di bidang seksual”. Jadi sopan santun ialah tindakan atau tingkah
laku untuk apa seseorang tidak usah malu apabila orang lain melihatnya, atau
sampai mengetahuinya dan juga oleh karenanya orang lain itu umumnya tidak akan
terperanjat apabila melihat atau sampai mengetahuinya (Leden Marpaung, : Kejahatan
terhadap Kesusilaan, Sinar
Grafika, Jakarta, 2004 Hal 33-34)
·
(Putusan Putusan Sidang
Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 268)
Norma kesusilaan adalah hukum tidak tertulis yang
lahir dari hati nurani setiap orang yang kemudian karena
pengaruh pendidikan, pengalaman, agama, keyakinan atau
kepercayaan tumbuh menjadi suatu norma atau acuan perilaku,dan di dalam
masyarakat yang memiliki kesamaan pandangan, norma tersebut dipelihara dan ditaati oleh masyarakat menjadi suatu hukum, adat
istiadat, tradisi, atau kebiasaan. Karena itu norma
kesusilaan tersebut adalah norma kesusilaan yang ada di
komunitas-komunitas masyarakat adat atau di komunitas
masyarakat dalam batas-batas wilayah tertentu di Indonesia.
Kesimpulan: Norma kesusilaan itu identik dan atau terkait
erat dengan aturan-aturan social, nilai, kaidah, kebiasan dan atau
ukuran-ukuran bertingkah laku yang baik maupun
kepatutan/ Kesopanan dalam masyarakat. Jadi, arti muatan norma kesusilaan dalam masyarakat dapat diinterpretasikan sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Dengan perkataan lain, cara pandang masyarakat terhadap norma kesusilaannya bergantung pada konstruksi sosial dari masyarakat yang maknanya dapat berubah-ubah sesuai dengan berubahnya nilai-nilai serta norma yang hidup dalam masyarakat dan menjadi ukuran moralitas
- Apakah tolok ukur seseorang dapat dikatakan/ dikategorikan memuat kecabulan?
Menurut R. Soesilo , “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan
(kesopanan) atau perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi
kelamin, misalnya; cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba buah dada
dan sebagainya. (R. Soesilo, Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politia, Bogor
1995 Hal. 212)
Menurut Moh. Anwar, cabul adalah semua perbuatan
yang melanggar kesopanan atau kesusilaan, tetapi juga setiap perbuatan terhadap
badan atau dengan badan sendiri maupun badan orang lain yang melanggar
kesopanan (Moh. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),
Alumni, Bandung, 1983 Hal.231)
Jadi tolok ukur dari dapatnya seseorang dikatakan/
dikategorikan memuat kecabulan adalah apabila perbuatan yang dilakukannya ;
-
melanggar
kesusilaan (kesopanan) atau;
-
perbuatan
keji;
-
semuanya
itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, maupu;
-
perbuatan
terhadap badan atau dengan badan sendiri maupun badan orang lain yang melanggar
kesopanan
- Dalam Pasal 4 ayat ( 1 ) UU RI No. 44 tahun 2008 disebutkan bahwa " Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak. Apakah yang dimaksud dengan ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan tersebut, jelaskan?!
·
Maksud
Ketelanjangan:
Penjelasan Pasal 4 ayat ( 1 )
huruf d UU RI No. 44 tahun 2008 tentang pornografi menyatakan :
“ Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan”
adalah Suatu kondisi seseorang yang menggunakan penutup
tubuh, tetapi masih menampakkan alat kelamin secara eksplisit”
Jadi berdasarkan rumusan Penjelasan Pasal 4 ayat ( 1 ) huruf d UU RI No. 44 tahun 2008, dapat ditafsirkan bahwa Ketelanjangan,
adalah Suatu kondisi seseorang tidak menggunakan penutup tubuh,
menampakkan alat kelamin secara jelas, terang-terangan
(tidak secara eksplisit)
·
Maksud
Mengesankan ketelanjangan yaitu;
Penjelasan Pasal 4 ayat ( 1 )
huruf d UU RI No. 44 tahun 2008 tentang pornografi menyatakan :
“ Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan”
adalah Suatu kondisi seseorang yang menggunakan penutup
tubuh, tetapi masih menampakkan alat kelamin secara eksplisit”,
Catatan:
Menurut Dr. Mudzakir, SH, MH; Interpretasi ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan dalam konteks Pasal 4 ayat (1) huruf d harus dimaknai
di samping dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, juga harus dihubungkan dengan
perbuatan pornografi yakni perbuatan tersebut melanggar norma kesusilaan
masyarakat.( Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 286)
- Apabila Apabila seseorang wanita dalam kondisi / keadaan memakai baju, namun hanya memakai celana dalam dan terlihat pahanya dapat dikategorikan masuk unsur ketelanjangan ataupun menampakkan ketelanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat( 1 ) UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pomografi tersebut?
Jika mengacu pada pendapat Dr. Mudzakir, SH, MH,
tentang Interpretasi ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
dalam konteks Pasal 4 ayat (1) huruf d harus dimaknai di samping dimuat dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf d, juga harus dihubungkan dengan perbuatan pornografi
yakni perbuatan tersebut melanggar norma kesusilaan masyarakat.( Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 286), maka tentu saja seseorang wanita dalam kondisi / keadaan memakai baju, namun hanya memakai celana
dalam dan terlihat pahanya, dalam perspektif muatan norma kesusilaan dalam
masyarakat sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu dan tempat tertentu, terutama masyarakat Madura sangat bertentangan dengan
norma kesusilaan.
Dengan demikian, seseorang wanita dalam kondisi / keadaan memakai baju, namun hanya memakai celana
dalam dan terlihat pahanya, apalagi bagi masyarakat Madura, jiak dikaitkan dengan unsure pasal 4
ayat (1) UU No 44 Tahun 2008 dapat dikualifikasikan memenuhi unsure ketelanjangan
ataupun menampakkan ketelanjangan.
- Apakah yang dimaksud dengan membuat dalam frase " membuat, memperbanyak "sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat ( 1 ) UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi tersebut ?
·
Bahwa
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) UU No.
44 tahun 2008 tentang Pornografi menyatakan;
“ Yang
dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri
dan kepentingan sendiri.”
·
Bahwa
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi, dapat dijelaskan;
Bahwa
kontruksi diformulasikannya pasal pasal 4 ayat ( 1 ) UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi salah
satu maksud/ tujuannya adalah untuk mencegah
berkembangnya pornografi dan komersialisasi
seks di masyarakat maupun tujuan-tujuan
lain sebagaimana diformulasikan dalam dalam Pasal 3 UU No. 44 tahun 2008.
·
Bahwa
berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi, perbuatan “membuat” pornografi bukanlah
perbuatan terlarang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat (1) UU No. 44 tahun 2008,
sepanjang untuk dirinya
sendiri dan kepentingan
sendiri.
·
Bahwa
perbuatan “membuat” sebagaimana Pasal 4 ayat ( 1 ) UU No. 44 tahun 2008, menjadi
terlarang apabila melanggar tujuan Pasal 3 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
·
Jadi
, apabila seseorang “membuat” pornografi untuk dirinya sendiri dan kepentingan
sendiri, maka tidak dapat dikualifikasikan melanggar Larangan dan Pembatasan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4
Ayat (1) UU No. 44 tahun
2008 tentang Pornografi.
- Apabila seorang dalam sebuah video ( gambar bergerak ) memperlihatkan seorang perempuan yang sedang ganti celana hingga terlihat paha dan celana dalamnya dapat dikategorikan "memuat kecabulan " sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi tersebut ?
·
Bahwa jika
mendasarkan pada pendapat R. Soesilo , “perbuatan
cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau
perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya;
cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba buah dada dan sebagainya,
maupun pendapat Moh. Anwar, Pengertian cabul adalah semua perbuatan yang
melanggar kesopanan atau kesusilaan, tetapi juga setiap perbuatan terhadap
badan atau dengan badan sendiri maupun badan orang lain yang melanggar
kesopanan (Moh. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),
Alumni, Bandung, 1983 Hal.231)
maka seorang dalam sebuah video (
gambar bergerak ) memperlihatkan
seorang
perempuan yang sedang ganti celana
hingga terlihat
paha dan celana dalamnya, dapat
dikualifikasikan melanggar
kesusilaan (kesopanan)
·
Bahwa
jika mendasarkan pada pendapat R. Soesilo tentang tolok ukur dapatnya seseorang
dikatakan/ dikategorikan memuat kecabulan adalah apabila perbuatan yang
dilakukannya ;
a. melanggar kesusilaan (kesopanan) atau;
b. perbuatan keji
c. semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi
kelamin.
Berdasarkan hal tersebut, seorang
dalam sebuah video ( gambar bergerak ) memperlihatkan seorang perempuan yang sedang ganti celana hingga terlihat paha dan celana dalamnya, perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan
memenuhi tolok ukur memuat kecabulan, yakni terlihatnya paha dan celana dalam,
dapat menimbulkan nafsu birahi dan hal tersebut merupakan sesuatu hal yang
melanggar kesusilaan (kesopanan) atau kepatutan masyarakat.
- Apabila seorang laki - laki mengambil gambar bergerak / merekam aktivitas seorang perempuan yang sedang ganti celana hingga tertihat paha dan celana dalamnya di ruang yang dijaga dan dijamin privasinya tanpa ijin perempuan tersebut dan hasil rekaman ( video ) disimpan di sebuah alat elektronik misalnya- telepon seluler ( HP ), apakah laki - laki tersebut ( yang mengambil gambar / merekam ) dapat dikatakan telah melakukan suatu tindak pidana ? dan apakah dapat dipersangkakan melanggar pasal 35 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi?
·
Perbuatan
yang mengambil
gambar / merekam gambar
bergerak / merekam aktivitas seorang
perempuan yang sedang ganti celana hingga tertihat paha dan celana dalamnya di ruang yang dijaga dan dijamin privasinya tanpa ijin perempuan
tersebut dan hasil
rekaman ( video ) disimpan di sebuah alat elektronik
misalnya- telepon seluler
( HP ) DAPAT dikatakan
telah melakukan suatu tindak pidana, yakni melakukan tindak pidana sebagaimana
tersebut dalam Pasal 35 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
·
Bahwa
alasan mendasar DAPAT dikatakan telah melakukan suatu tindak
pidana, konstruksi
diformulasikannya Pasal 35 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi ini adalah untuk mendukung tujuan pembentukan Undang-Undang No. 44
tahun 2008, dengan kata lain,
bahwa perbuatan laki-laki tersebut telah melanggar tujuan pembentukan Undang-Undang No. 44 tahun 2008; yakni menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinnekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara yang berguna untuk menjaga moral bangsa, melindungi perempuan, anak-anak, dan remaja dari pengaruh negatif dan bahaya pornografi; ( Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 Hal 383)
0 komentar:
Posting Komentar